Jumat, 24 Februari 2012

Tentang Kewajiban Penyampaian SPT Masa PPN Dalam Bentuk Data Elektronik (e-SPT)

Direktorat Jenderal Pajak beberapa waktu yang lalu telah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-94/PJ/2011 tanggal 22 Desember 2011 tentang Kewajiban Penyampaian SPT Masa PPN dalam Bentuk Data Elektronik (E-SPT) yang menginstruksikan agar:
a.    KPP atau KP2KP agar tidak menerima SPT Masa PPN yang disampaikan oleh PKP yang wajib menggunakan e-SPT tetapi tetap menggunakan SPT hardcopy dan mengenakan sanksi administratif;
b.    KPP atau KP2KP agar tidak menerima SPT Masa PPN yang disampaikan oleh PKP yang wajib menggunakan e-SPT tetapi tetap menggunakan SPT hardcopy dan mengenakan sanksi administratif;
c.    Kanwil agar memantau dan mengevaluasi secara periodik KPP dan KP2KP di wilayah kerjanya masing-masing.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-44/PJ/2010 tanggal 6 Oktober 2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), PKP yang wajib menggunakan e-SPT tersebut adalah:
1)melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/BKP Tidak Berwujud;
2)menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan;
3)melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean;
4)menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan; atau
5)menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas; 
dengan jumlah lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.

Sedangkan konsekuensi dari PKP tersebut tidak menggunakan e-SPT adalah:
1PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak disampaikan dalam bentuk data elektronik.
2PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal PKP yang dalam pelaporan kewajibannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan tetap menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
3PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Keterangan:
Adapun yang dimaksud dengan data elektronik itu sendiri adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT
Sedangkan yang dimaksud e-SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT.
Kelebihan aplikasi e-SPT tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket
2.    Data perpajakan terorganisir dengan baik
3.    Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis
4.    Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer
5.    Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak
6.    Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer.
7.    Menghindari pemborosan penggunaan kertas
8.    Berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak


Aplikasi e-SPT dapat di unduh pada link berikut
http://www.pajak.go.id/content/elektronik-spt

Account Representative (AR) Riwayatmu Kini

Tidak cuma Sungai Bengawan Solo yang mempunyai riwayat, sehingga sampai dijadikan lirik salah satu lagu keroncong popular, AR juga mempunyai riwayatnya sendiri. Awal muncul pertama kalinya adalah ketika DJP mulai mempunyai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang  mengimplementasikan organisasi modern. Sudah banyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan untuk mengatur keberadaan AR ini baik secara langsung maupun tidak, beberapa diantaranya telah  mengalami perubahan. Seperti halnya Bengawan Solo yang tidak lepas dari masalah, AR juga mempunyai masalah-masalahnya sendiri.

Identifikasi Masalah
Tugas AR dimulai dari A sampai R (A to R). Kalimat ini sering terdengar dari para AR yang bekerja pada KPP. A to R kadang diucapkan sebagai wujud pelampiasan kekesalan atau kadang sebagai joke. Seorang AR pernah mengucapkan, “Bagaimana nggak kesal Mas, semua kerjaan di berikan ke AR”.
Sebenarnya apa sih tugas AR itu?

AR yang secara struktur organisasi merupakan jabatan pelaksana khusus yang pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di KPP secara umum mempunyai tugas:
1.    Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (material/formal);
2.    Bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan;
3.    Penyusunan profil Wajib Pajak;
4.    Analisis kinerja Wajib Pajak;
5.    Rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi;
6.    Usulan pembetulan ketetapan pajak;
7.    Evaluasi hasil banding;
8.    Usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(Tugas no 1 s/d 7, dilakukan oleh AR yang yang bekerja di KPP selain KPP Pratama. Tugas no 1 s/d 8 merupakan tugas AR yang bekerja di KPP Pratama).
Dapat dilihat dari tugas-tugas AR tersebut, bahwa pada dasarnya tugas utama AR adalah:
1.    Pengawasan kepatuhan Wajib Pajak (material/ formal);
2.    Konsultasi dan Pelayanan;
3.    Penggalian potensi dan intensifikasi;
4.    Pengumpulan dan pengolahan data/ informasi.

Dalam perjalanan waktu, timbul permasalahan yang dikeluhkan sebagian AR yaitu tugas pengawasan kepatuhan WP tidak dapat tertangani dengan baik. Padahal seperti diketahui bahwa pengawasan kepatuhan WP ini merupakan salah satu instrument penting untuk mengamankan penerimaan pajak dan penegakkan hukum Hal tersebut dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah:
1.    Pembuatan mapping dan company profile WP banyak menyita waktu dan tenaga karena tidak didukung SIDJP dan belum ada aplikasi profile WP;
2.    Sebagian besar waktu AR tersita untuk memberikan pelayanan konsultasi. Bahkan timbul persepsi WP bahwa AR adalah konsultan pajak gratis;
3.    AR di KPP luar Jakarta banyak menghabiskan waktu untuk menangani PBB dengan jumlah WP dan objek PBB yang relatif banyak sehingga pengawasan WP kurang optimal.

Permasalahan  lain yang timbul diantaranya adalah timbulnya kondisi conflict of interest pada AR dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Di satu sisi, AR harus berperan sebagai sahabat WP dengan melaksanakan pekerjaan pelayanan dan konsultasi bagi WP, tetapi di sisi lain AR berperan sebagai pengawas yang melakukan pengawasan kepatuhan terhadap mereka. Kadang sebagai pengawas tidak jarang harus sedikit ‘galak’ agar WP bersedia menjadi lebih patuh pada peraturan-peraturan perpajakan yang ada. Kedua peran ini dilakukan oleh AR yang sama terhadap WP yang sama, hanya waktuny         a saja yang berbeda.

Melihat tugas-tugas AR tersebut, permasalahan kompetensi (hard skill / soft skill) AR juga menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. AR pada KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus dan KPP Madya telah diseleksi terlebih dahulu sebelum ditempatkan, melalui suatu proses tertentu. Akan tetapi sebagian AR yang pada KPP Pratama ditempatkan tanpa dilakukan seleksi dan belum dilakukan evaluasi. Sehingga pengembangan kapasitas dan kompetensi AR secara spesifik juga menjadi hal yang penting.


Usulan Solusi Pemecahan Masalah
Dari permasalahan di atas, diusulkan suatu solusi untuk pemecahannya, yaitu untuk dilakukan pemisahan antara tugas pengawasan dengan tugas pelayanan dan konsultasi agar tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang sama. Pemisahan tugas AR ke dalam dua tugas yang dilaksanakan oleh dua jabatan pelaksana yang berbeda, yaitu:
1.    Jabatan Pelaksana Pengawasan Kepatuhan Pajak (PKP);
2.    Jabatan Pelaksana Account Officer (AO).

1.    Pelaksana Pengawasan Kepatuhan Pajak (PKP)
Pelaksana ini mempunyai tugas untuk menegakkan soft law enforcement. Cara kerjanya adalah dengan membuat dan memperbaharui data WP, mengawasi kepatuhan WP baik formal maupun materil dan menghitung potensi pajak WP. Pelaksana ini tidak melakukan kontak dengan WP.
Pembuatan dan pembaharuan data WP dapat menggunakan sumber yang berasal dari internal maupun eksternal DJP. Data tersebut dapat berupa data langsung maupun tidak langsung, serta data pendukung lainnya, seperti nilai kurs. Dalam pengertian pembuatan dan pembaharuan data ini termasuk pelaksanaan mapping KPP, profiling WP, usul perubahan data di Master File WP, dan lainnya. Adapun produk dari kegiatan ini adalah bank data dan informasi WP yang diawasi.
Tugas pengawasan kepatuhan WP dilakukan dengan melihat apakah WP telah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan yang berlaku baik secara material mapun formal. Termasuk pengawasan kepatuhan WP ini adalah pengiriman surat teguran ke WP yang belum patuh, usulan penerbitan STP, usulan agar dilakukan pemeriksaan, dan lain-lain. Produk dari kegiatan ini adalah laporan ke Kepala Seksi tentang tingkat kepatuhan WP dan tindak lanjut yang telah dilakukan.
Penghitungan potensi WP dilakukan dengan mempergunakan bank data dan data WP yang telah dibuat dan data/informasi lain yang diperoleh. Produk tugas ini adalah laporan hasil penghitungan potensi WP yang berisi tentang bagaimana AR melakukan penggalian potensi, besaran potensi yang ada, dan tindakan apa yang telah dilakukan. Laporan ini dapat digunakan sebagai salah satu data dalam proses penetapan target penerimaan kantor dalam suatu periode.
Menjadi satu catatan bahwa agar semua hasil pekerjaan Pelaksana PKP ini terus dimonitor perkembangannya, jangan hanya berhenti pada laporan. Untuk respon WP atas hasil kegiatan ini, ditangani oleh pelaksana Account Officer (AO).
Untuk menjadi pelaksana ini, tentunya dibutuhkan kompetensi tertentu yang dapat mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, antara lain kemampuan membaca laporan keuangan, pemahaman terhadap proses bisnis WP yang diawasi, kemauan untuk mencari data/informasi, dan pemahaman terhadap teknologi informasi sampai level tertentu.

2.    Pelaksana Account Officer (AO)
Pelaksana ini mempunyai tugas sebagi LO (liaison officer) WP di KPP. Ia bertanggungjawab dalam penyelesaian permohonan WP  mulai dari awal sampai selesai. Apabila ada kekurangan data atau butuh kontak antara WP dengan KPP, maka pelaksana AO inilah yang berhubungan langsung dengan WP. Jadi apabila diperlukan WP akan berhubungan dengan pelaksana ini dalam proses penyelesaian permohonannya.
Pelaksana ini juga membantu WP memberikan pemahaman WP terhadap peraturan-peraturan perpajakan yang ada dan menjawab pertanyaan WP atas surat-surat dari DJP yang dikirimkan ke WP. Jabatan pelaksana AO ini mirip dengan konsep awal AR yang dituangkan dalam laporan Evaluasi Modernisasi Administrasi DJP tahun 2005[1]. Ia juga berperan memberikan konsultasi/ penjelasan pada WP apabila dibutuhkan penjelasan tentang surat himbauan, teguran, STP dan lain-lain yang merupakan hasil kerja pelaksana PKP. Selain itu ia juga betugas melaksanakan penyuluhan ke WP apabila ada peraturan baru yang perlu disampaikan ke WP, baik secara personal maupun secara bersama-sama dengan WP lainnya.
Adapun kompetensi pelaksana yang dibutuhkan untuk jabatan ini antara lain kemampuan berkomunikasi yang baik, pemahaman terhadap peraturan-peraturan perpajakan dan kemauan untuk melayani.

Dengan diterapkannya pemisahan tugas ini, tentunya ada faktor pendukung yang harus diperhatikan agar pelaksanaanya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Beberapa faktor pendukung tersebut antara lain (tidak hanya terbatas dalam hal ini saja):
1.    Didukung dengan leadership yang memadai di KPP untuk melakukan koordinasi tugas. Koordinasi kerja yang baik menjadi hal yang penting, karena data WP ada pada Pelaksana PKP sementara pelaksana AO butuh data tersebut untuk melaksanakan tugas pelayanan dan konsultasi;
2.    Uraian Jabatan dan prosedur kerja / SOP yang jelas dan rinci;
3.    Teknologi Informasi yang mendukung pelaksanaan tugas;
4.    Sarana dan prasarana sesuai kebutuhan;
5.    Sistem reward dan punishment yang jelas dan mendukung peningkatan kinerja;
6.    Pendidikan dan pelatihan yang mendukung tugas.

Sedangkan mengenai penempatan kedua pelaksana ini, bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga tidak merombak struktur organisasi secara menyeluruh. Penulis mengusulkan agar kedua jabatan pelaksana ini berada di bawah satu Seksi. Dengan demikian koordinasi kerja akan lebih baik. Tentunya ini tidak terlepas dari kekurangan – kekurangan yang ada.


Kesimpulan
Dikarenakan tugas yang diemban AR yang saat ini banyak dan menjadi kurang fokus dan optimal dalam pelaksanaannya, maka sebagai salah satu usulan pemecahannya dirasa perlu dibuat pemisahan antara tugas pengawasan dengan tugas pelayanan dan konsultasi agar tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang sama (existing dilaksanakan oleh AR). Dengan pemisahan ini, tentunya perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung untuk kelancaran tugas, antara lain kepemimpinan, Urjab dan SOP yg jelas dan rinci dan lain-lain.  
Tentunya masih banyak opsi untuk solusi pemecahan atas permasalahan tersebut. Dan bahkan sangat mungkin ada beberapa masalah lain yang belum tercakup dalam tulisan di atas. Oleh karena itu masih dibutuhkan banyak masukan, saran / pendapat dan urun rembug bersama untuk dapat dipertimbangkan dan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang,  agar keberadaan AR menjadi lebih baik di masa mendatang.


Ditulis Bersama Tim Sembung beberapa periode yang lalu J


Catatan:
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak ada hubungannya dengan kebijakan yang sedang atau akan dilaksanakan oleh DJP.


[1] Konsep AR ini merupakan suatu hal yang baru, dan pertama kali dicoba terapkan pada kantor pajak modern. Idenya sebenarnya mencontoh praktek pada bank-bank komersial, dimana untuk para nasabah utama, disediakan petugas yang khusus ditugaskan  untuk melayani dan membantu dalam permasalahan perbankan mereka. Tingkat layanan yang diberikan biasanyapun berbeda, mulai dari fasilitas yang diberikan sampai dengan perhatian khusus yang tidak didapat oleh nasabah biasa. Dengan tingkat pelayanan yang memuaskan, diharapkan para nasabah-nasabah kelas kakap akan lebih banyak lagi menaruh uangnya pada bank tersebut atau memanfaatkan jenis layanan lainnya.
Pun demikian dengan keberadaan AR di kantor pajak modern, diharapkan Wajib Pajak akan puas dengan tingkat pelayanan yang diberikan, sehingga mereka akan menjadi lebih patuh, dan pada akhirnya akan penerimaan pajak meningkat.

Sedikit Tentang Verifikasi

Istilah verifikasi muncul pada Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Berdasarkan pasal 1 ayat 4, PP nomor 74 tahun 2011 yang dimaksud dengan verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Verifikasi berbeda dengan penelitian dan pemeriksaan.
Yang dimaksud dengan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

Verifikasi dilakukan DJP dalam hal:
1.     Penerbitan surat ketetapan pajak;
2.     Penerbitan NPWP;
3.     Penghapusan NPWP;
4.     Pengukuhan PKP;
5.     Pencabutan PKP.

Untuk poin nomor 2, 3, 4 dan 5 di atas, sebelum diterbitkannya PP tersebut dilakukan oleh Tim Pemeriksa Tujuan Lain, yaitu tim ad hoc yang anggotanya merupakan gabungan staf (non Fungsional Pemeriksa) dan disupervisi oleh supervisor Fungsional Pemeriksa Pajak di kantor tersebut.

No
Aspek
Penelitian
Pemeriksaan
Verifikasi
1
Kegiatan yang Dilakukan
Menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
-    Menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti
-    Harus dilaksanakan secara objektif dan profesional
-    Didasarkan pada suatu standar Pemeriksaan
-      Analisa berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh DJP
2
Tujuan Kegiatan
Terpenuhinya persyartan formal SPT yang diterima dari WP
Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
-      Pengujian pemenuhan:
a. kewajiban subjektif dan objektif
b. penghitungan dan pembayaran pajak
3
Unit yang Bertanggungjawab di Kantor Pajak
Petugas TPT di Seksi Pelayanan
Fungsional Pemeriksa Pajak
Petugas Verifikasi


Layaknya pemeriksaan, proses verifikasi diakhiri dengan pembahasan akhir hasil verifikasi yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi yang ditandatangani Petugas Verifikasi dan Wajib Pajak.

Adapun tata cara pelaksanaan verifikasi akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sebagaimana disebutkan pada pasal 21 PP tersebut.

Jadi, menurut hemat penulis, verifikasi pada dasarnya merupakan “senjata tambahan” bagi DJP untuk melakukan pengawasan Wajib Pajak (soft law enforcement) dalam rangka intensifikasi pajak.

Berikut ini dilampirkan ringkasan dari PP nomor 74 tahun 2011 tersebut. Semoga bermanfaat.
PasalRingkasan
 BAB I KETENTUAN UMUM
  
1Definisi-definisi
  
 BAB II NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN, PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
  
2Kewajiban memiliki NPWP beriaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah atau berdasarkan perjanjian pisah penghasilan dan harta.
3Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak, diwakili oleh: (a) salah seorang ahli waris; (b) pelaksana wasiat; atau (c) pihak yang mengurus harta peninggalan.
4Penghapusan NPWP/Pencabutan PKP dilakukan berdasarkan Pemeriksaan atau Verifikasi terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
5WP dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan, dengan syarat belum dilakukan tindakan: (a) Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak; (b) Pemeriksaan; atau (c) Pemeriksaan Bukti Permulaan.
6Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima  yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan.

Pasal terkait dalam PP 80 tahun 2007 diatur dalam pasal 4 (tidak ada perubahan)
7Wajib Pajak dapat mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sepanjang penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum.
8Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan  sepanjang pemeriksa pajak belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan.

Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan
9Pembayaran dan penyetoran pajak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan sarana administrasi selain SSP, a.l: secara elektronik, melalui Anjungan Tunai Mandiri, atau media lainnya. Sarana tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan Surat Setoran Pajak.
  
 BAB III PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
  
10Buku, catatan, dokumen, dan dokumen lain harus disimpan di Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun
  
 BAB IV PENETAPAN DAN KETETAPAN
  
14SKPKB dapat diterbitkan melalui: 1. Verifikasi, 2. Pemeriksaan, 3. Pemeriksaan Bukper
15SKPKBT dapat diterbitkan karena adanya data baru yg dimiliki DJP atau pengakuan WP, melalui verifikasi, pemeriksaan, atau pemeriksaan ulang.
16Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT yang diterbitkan: (a) dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, ditambah dgn sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar tersebut; (b) setelah jangka waktu 5 tahun terlampaui sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 45% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar tersebut.
17DJP menerbitkan SKPN berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap SPT apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
18SKPLB dapat diterbitkan kembali setelah SKPLB jika terdapat data baru dan atau data lama yg baru terungkap.
19SKP hasil verifikasi diterbitkan setelah dilakukan pembahasan hasil Verifikasi, kecuali utk SKPKBT Ps. 15 ayat (3) dan SKPLB Ps. 17 ayat (2) UU KUP.
20Atas tindakan verifikasi, pemeriksaan, dan pemeriksaan ulang, harus disiapkan laporannya, nota penghitungan, dan SKP.
21Tata cara verifikasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
22DJP dapat menerbitkan kembali ketetapan dan/atau keputusan sebagai pengganti ketetapan dan/atau keputusan yang rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi.
23Ketentuan lebih lanjut tentang penerbitan SKP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
24SKP dapat diterbitkan atas segala kewajiban pajak sebelum/sesudah penetapan/pencabutan NPWP/NPPKP
25DJP menerbitkan SKPPKP paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima lengkap untuk Pajak Penghasilan dan 1 bulan untuk PPN.
26Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan paling lama 1 bulan sejak diterbitkan SKPPKP 
27Pencabutan penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, yang ketentuan lebih lanjut tentang tata caranya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
  
 BAB V KEBERATAN, PEMBETULAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, PEMBATALAN, DAN GUGATAN
  
28Keberatan dapat diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP dikirim atau tanggal pemotongan/pemungutan.
29Wajib Pajak tidak dapat mengajukan 1. keberatan; 2. Pengurangan/ penghapusan sanksi administrasi; dan 3. Pengurangan/ pembatalan skp yg tidak benar, atas SKP pasal 29 UU KUP.
30Keberatan dapat diajukan ke DJP atas SKPKB, SKPLB, SKPN, SKPKBT, Pemotongan/Pemungutan Pihak III.
31Jika keputusan keberatan ialah menolak, mengabulkan sebagian, atau menambah hutang pajak, maka dikenakan denda 50%.
Jika WP dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam Pembhasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pemhasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak.
32jika Putusan Banding ialah mengabulkan sebagian, menambah pajak yg harus dibayar, membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung yg menambah pajak yg masih harus dibayar, atau menolak, maka dikenakan denda 100%. Jika Putusan Banding ialah tdk dpt diterima, maka denda 50%.
33Keberatan diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan.
34DJP dapat membetulkan SKP, STP, SK Pembetulan, SK Keberatan, SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak, SKPPKP, SKPIB, atau SPMIB dlm jangka waktu 6 bln.
35DJP dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi, mengurangkan atau membatalkan skp yg tidak benar, mengurangkan atau membatalkan STP yg tidak benar, membatalkan skp dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi tanpa penyampaian SPHP atau SPHV atau PAHP atau PAHV.

DJP dapat mempertimbangkan buku, catatan atau dokumen yang diberikan dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar.
36WP dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. DJP dapat mengurangkan atau membatalkan sanksi administrasi dalam STP.
37SKP yg tidak termasuk SKP mnrt Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP meliputi 1. Skp yg penerbitannya telah sesuai dengan prosedur/ tata cara penerbitan; 2. SK Pembetulan; 3. SK Keberatan yg penerbitannya telah pelaksanaan sesuai prosedur/ tata cara penerbitan; 4. SK Pengurangan Sanksi Administrasi; 5. SK Penghapusan Sanksi Administrasi; 6. SK Pengurangan Ketetapan Pajak; 7. SK Pembatalan Ketetapan Pajak; dan 8. SKPPKP.
38Skp yang penerbitannya tidak sesuai ketentuan dpt diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak.
39Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai prosedur atau tata cara penerbitan dpt diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak.
40DJP menindaklanjuti Putusan Gugatan dengan menerbitkan kembali surat ketetapan pajak.
41DJP menindaklanjuti Putusan Gugatan atas Surat Keputusan Keberatan dgn menerbitkan kembali Surat Keputusan Keberatan.
42DJP menerbitkan surat pelaksanaan setelah menerima Putusan Banding/Putusan Peninjauan Kembali/Putusan Gugatan.
  
 BAB VI IMBALAN BUNGA
43Imbalan bunga tdk diberikan atas Kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas SKPKB/SKPKBT yang  disetujui dalam PAHP atau PAHV dan telah dibayar sebelum keberatan diajukan DAN Kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas jumlah pajak dalam SKPKB/SKPKBT yang tidak disetujui dalam PAHP atau PAHV, namun dibayar sebelum pengajuan keberatan, permohonan  banding/PK, atau sebelum diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK.
44Dalam hal SKPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam PAHP yang diterbitkan atas SPT LB, kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruhnya dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
45Apabila permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB dan SKPKBT Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A UU KUP, kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
 BAB VII PENAGIHAN
  
46Jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah sebagaimana dimaksud Ps. 9 (3), 18 (1), 19 (1), 20 (1), 21 (4), dan Ps. 26 (3) UU KUP termasuk pajak yg seharusnya tidak dikembalikan.
47Hak mendahulu selama 5 (lima) tahun dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir.
48Pajak terutang wajib dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal penerbitan SKP, Surat Keputusan Keberatan, dan Banding, kecuali utk WP usaha kecil dan daerah tertentu. Surat Teguran disampaikan 7 hari setelah tgl jatuh tempo pelunasan. STP ditangguhkan dlm hal keberatan/banding.
 -Sanksi administrasi STP sebagai akibat diterbitkan SKP yang pajak terutangnya tidak disetujui WP dalam PHAP/PHAV, dan atas SKP yang diajukan keberatan dan/atau banding, tindakan penagihan atas STP tersebut ditangguhkan sampai SKP mempunyai kekuatan hukum yant tetap
  
 BAB VII KUASA WAJIB PAJAK, RAHASIA JABATAN, DAN PERMINTAAN KETERANGAN KEPADA PIHAK KETIGA
  
49WP dapat menunjuk seorang kuasa yg memenuhi persyaratan tertentu, dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
50Seorang kuasa tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain.
51Seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak sesuai dengan surat kuasa khususnya.
52Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat serta hak dan kewajiban konsultan pajak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
53Pejabat dan tenaga ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya, kecuali ada izin tertulis dari Menteri Keuangan.
54Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, penagihan pajak, atau proses keberatan, DJP dapat meminta keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak.
 KETENTUAN LAIN-LAIN
  
 BAB IX PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
  
55Pemerintah Indonesia terikat P3B yang dilakukan dengan pemerintah negara mitra/yuridiksi mitra P3B.
56Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yuridiksi mitra P3B serta meminta informasi kepada WP atau pihak lain yang berkaitan dengan hal tersebut.
57Permintaan pelaksanaan MPA diajukan: WP melalui Dirjen Pajak, Dirjen Pajak, Otoritas pajak negara P3B atau yurisdiksi mitra P3B, dapat bersamaan dengan permohonan keberatan, banding, atau pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
58APA berlaku dan mengikat bagi: (a) DJP dengan WP; atau (b) DJP dengan WP dan otoritas pajak negara mitra P3B atau yurisdiksi mitra P3B, selama jangka waktu APA, dan DJP tdk dpt melakukan koreksi atas hal-hal yang disepakati dalam APA. Jika tdk tercapai kesepakatan APA: (1) dokumen WPdikembalikan sepenuhnya; (2) dokumen tdk dpt digunakan oleh DJP untuk melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
59Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaksanaan pertukaran informasi, MAP dan APA diatur dengan PMK
  
 BAB X PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DAN PENYIDIKAN
  
60Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis terhadap IDLP, secara tertutup atau terbuka.
61PPNS DJP melakukan Penyidikan berdasarkan Pemeriksaan Bukti Permulaan diduga terjadi tindak pidana di bidang perpajakan, dan dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
62Penyidikan dpt dihentikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, demi kepentingan penerimaan negara. apabila WP telah melunasi (a) jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan; atau (b) jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, ditambah dengan sanksi administrasi denda 4 (empat) kali jumlah pajak tersebut.
63Tata cara permintaan penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
  
 BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
  
64Terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan: [(a) penyelesaian permohonan penghapusan NPWP dan/atau penyelesaian permohonan pencabutan NPPKP yang diterima lengkap setelah tanggal 31 Desember 2007; (b) penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang melalui Verifikasi untuk permohonan yang diterima lengkap setelah tanggal 31 Desember 2007; (c) pembetulan terhadap Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga untuk penerbitan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga setelah tanggal 31 Desember 2007; (d) batas waktu bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan untuk permohonan setelah tanggal 31 Desember 2007; (e) tata cara Pemeriksaan dan permohonan pembatalan hasil Pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan untuk Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007;
 (f) proses penyelesaian keberatan untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007; (g) pengajuan gugatan terhadap penerbitan skp berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara; (h) pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007; (i) persyaratan dan prosedur pembetulan SPT untuk pembetulan SPT yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011; (j) persyaratan dan prosedur pengungkapan ketidakbenaran perbuatan untuk pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011; (k) persyaratan dan prosedur pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang disampaikan setelah tanggal 31 Desember 2011;
 (l) permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan skp, permohonan pengurangan atau pembatalan STP untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang diajukan setelah tanggal 31 Desember 2011; atau (m) permintaan keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP yang dilakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, penagihan pajak, atau proses keberatan yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2011,] berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
65Peraturan pelaksanaan PP Nomor 80 Tahun 2007 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
  
 BAB XII KETENTUAN PENUTUP
  
66PP Nomor 80 Tahun 2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
67Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.